Minggu, 30 Mei 2010

PRINSIP DAN PENDEKATAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
I. PENDAHULUAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Selain harus memperhatikan unsur-unsur diatas, di dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan. Dan mengenai prinsip-prinsip dan pendekatan itu akan kami jelaskan selengkapnya dalam pembahasan.
II.PEMBAHASAN
a.Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
Asep Herry Hernawan dkk (2002) dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam
mengembangkan sebuah kurikulum harus menganut lima prinsip yaitu:
1.Prinsip relevansi
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen- komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan

potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2.Prinsip fleksibilitas
Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3.Prinsip kontinuitas
Maksudnya adalah adanya sebuah kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang di sediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4.Prinsip efisiensi
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5.Prinsip efektifitas
yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan
tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.1
Untuk Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajar Pendidikan, ada beberapa
prinsip tambahan yang harus dipenuhi, yaitu:
1 Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
1 Diunduh dari situs http://anginsepoi.wordpress.com/2008/05/13/prinsip-prinsip-pengembangan-kurikulum/
pada hari sabtu tanggal 21 maret 2009 jam 09.00 WIB.
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2 Beragam dan Terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3 Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4 Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5 Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6 Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7 Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan

memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).2
b.Pendekatan pengembangan kurikulum
III.KESIMPULAN
IV.PENUTUP
V.DAFTAR PUSTAK
perkembangan kurikulum indonesia dari 1947-2006
Januari 14, 2010 • Disimpan dalam Uncategorized
A. Resume
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam psoses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Setelah rentjana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana pendidikan 1964. yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pemabaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pemabelajaran diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan serta pengembangan fisik yang sehat dan kuat
kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI). Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan itu penting. Kurikulum ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan (dalam Dwitagama: 2008).
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
• Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
• Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
• Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
• Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
• Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
• Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
• Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
• Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
• Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
• Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
• Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
• Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
• Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
• Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
• Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
• Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
• Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
• Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
• Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
• Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
• Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
• Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
• Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
• Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
• Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya
A. komentar
Kurikulum adalah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajarai oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan (Hamalik, 2003: 16). Menurut nasution (1999: 5) kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar apakah dalam ruangan kelas, dihalaman sekolahataupun diluar sekolah termsuk kurikulum.
Menurut hemat saya dari setiap perubahan kurikulum pendidikan telah menunjukkan perbaikan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Namun hal itu tidak dibarengi dengan kemajuan kompetensi siswa yang dimiliki. Hal ini terbukti dari posisi negara kita dalam tingkat kemajuan pendidikan masih kalah jauh dengan negara tetangga yang notabene secara geografis negara kita lebih luas. Logikanya semakin luas, jumlah pendudukpun semakin banyak, otomatis bannyak bakat-bakat yang terdapat dalam setiap individu-individu bangsa Indonesia. Menurut Okta (2007), Secara peringkat. Berdasarkan dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Mau tidak mau, itu menggambarkan bahwa kualitas pendidikan kita pun semakin dipertanyakan. Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot.
Jika melihat fakta ini sungguh ironis, tidak sebanding dengan fakta atas perubahan-perubahan yang sudah dilakukan sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006. Menurut (dari di internet) negeri kita hanya mampu menjadi bangsa “panjual” tenaga kerja murah di negeri orang. Dari pendapt di atas dapat disimpulkan betapa gagalnya dunia pendidikan di negara kita ini yang telah gagal dalam melahirkan tenaga-tenga yang berkualitas yang mampu bersaing dalam dunia kerja, walaupun kurikulum telah mengalami perubahan sebanyak 7 kali, atau bisa disebut berkali-kali.
Hal ini juga diungkapkan oleh Prof. Aleks Maryunus guru besar Universitas Negeri Padang menyebutkan bahwa “selama ini sibuk mengurusi dan membenahi dokumen tetulisnya saja”. Menurutnya perubahan kurikulum di negara kita lebih menitikberatkan pada perubahan konsep tertulisnya saja (berupa buku-bukupelajran dan silabus saja) tanpa mau memperbaiki proses pelaksanaannya di tingkat sekolah. Sedangkan proses dan hasilnya tak pernah mampu dijawab oleh kurikulum pendidikan kita.
Kurikulum kita 7 kali telah mengalami pergantian. Faktor-faktor apa saja yang menyababkan perubahan itu. Jika diamati perubahan kurikulum dari tahun 1947 hingga 2006 yang menjadi faktor atas perubahan itu diantaranya: (1) menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal ini dapat kita lihat awal perubahan kurikulum dari rentJana pelajaran 1947 menjadi renjtana pelajaran terurai 1952. Awalya hanya mengikuti atau meneruskan kurikulum yang ada kemudian dikembangkan lagi dengan lebih menfokuskan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (2) kepentingan politis semata, hal ini sangat jelas terekam dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006 (KTSP). Secara matematis masa aktif kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi kurikulum 2006 hanya bertahan selama 2 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam kurun waktu yang singkat ini, kita tidak bisa membuktikan baik tidaknya sebuah kerikulum. Hal senada juga diungkapkan oleh Bagus (2008), menyebutkan bahwa lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat politis saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik (2003: 19) menyebutkan bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
3. Keadaan lingkungan (interpersonal, kultural, biokologi, geokologi).
4. Kebutuhan pembangunan POLISOSBUDHANKAM
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.
Menurut, S. Nasution (dalam Jumari (2007) menyebutkan bahwa perubahan kurikulum mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach dan grass roots approach. Administrative approach, yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru, jadi from the top down, dari atas ke bawah, atas inisiatif para administrator. Yang kedua, grass roots approach, yaitu yang dimulai dari akar, from the bottom up, dari bawah ke atas, yakni dari pihak guru atau sekolah secara individual dengan harapan agar meluas ke sekolah-sekolah lain.
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan kerikulum dari tahun ketahun menunjukkan kemajuan yang cukup baik jika diihat dari kontektual. Namun hal itu tidak seiring dengan kenyataan di lapangan. Keadaan pendidikan mulai saat perubahan kurikulum pertama kali hingga saat ini, kalau boleh saya bilang kurikulumm Indonesia masih berjalan di Tempat artinya tidak berkembang hal bisa dibuktikan dengan data yang menunjukkan pperingkat Indonesia masih berada pada No 62 dari 130 negara yang ada. Hal ini merupakan PR bagi pemerintah bagaimana langkah yang harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nasution. 1999. Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jumari, kang. 2007. http:// kangjumari.blogspot.com/27/12/kurikulum-di-indoonesia-pembahuruan.html. rabu. 8 januari 2009.
Dwitagama, dedi. 2007. //kesadaransejarah.blogspot.com./2007/11/kurikulum-pendidikan-kita. Html. Rabu januari 2009.
Bagus, andi. 2008. //andibagus.blogspot.com/2008/03/kurikulumm –pendidikan-di-indonesia.html. 8 januari 2009.


BAB I
PENDAHULUAN


Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial. Berikut ini akan dibicarakan beberapa macam model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli.


BAB II
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


A. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang berikutnya, sebenrnya merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya. Adapun model-model tersebut (ada empat model) dapat dikemukakan sebagai berikut :
Model I. Model yang paling sederhana yang menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi, model tersebut merupakan model tradisional yang masih dipergunakan. Model I ini mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atau organisasi bahwa pelajaran secara sistematis, suatu hal yang seharusnya dipertimbangkan juga.
Model II. Model ini dilakukan dengan menyempurnakan model I dengan menambahkan kedua jawaban pada pertanyaan (3 dan 4) tersebut, yaitu tentang metode dan organisasi bahan pelajaran.
Dalam pengembangan kurikulum pada Model II di atas, sudah dipikirkan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses pengajaran. Di samping itu, bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran. Akan tetapi, Model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran. Teknologi pendidikan yang dimaksud adalah berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan :
1) Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipegrunakan dalam suatu mata pelajaran?
2) Alat atau media pengakaran apa yang dapat dipergunakan dalam mata pelajaran tertentu.
Model III. Pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan Model II yang belum dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan 5 dan 6, yaitu dengan memasukkan unsur teknologi pendidikan ke dalamnya.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada Model III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu yang berkaitan dengan masalah tujuan.
Model IV. Merupakan penyempurnaan Model III, yaitu dengan memasukkan tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.

B. Model Administratif
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Model administratif sering pula disebut sebagai model “garis staf” (line staff) atau “dari atas ke bawah” (top down), karena inisiatif dan gagasan dari pada administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (dirjen, direktur atau kakanwil pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum, yang anggotanya terdiri atas pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugasnya komisi atau tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama, administrator pendidikan menyisin komisi atau tim kerja pengembangan kurikulum. Tugas tim kerja ini adalah untuk merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajharan dan evaluasi serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi pengajar.
Setelah semua tugas ini dari tim kerja selesai, hasilnya dikai ulang oleh tim pengarah untuk mendapatkan penyempurnaan, dan jika dinilai telah cukup baik, administrator menetapkan berlakunya kurikulum tersebut dan memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Model kurikulum seperti ini mudah dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah.

C. Model dari Bawah (The Grass Roots Model)
Model dari bawah ini merupakan lawan dari model administratif. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum berasal dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini mendasar pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya diikutsertakan pada kegiatan pengembangan kurikulum.
Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara demokratis yaitu berasal dari bawah. Guru adalah perencana, pelaksana dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya, guru yang paling tahu kebutuhan kelasnya. Oleh karena itu, dialah yang kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Keuntungan model ii adalah proses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para pengajar.
Pengembangan kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerjasama antar guru, antar sekolah-sekolah, serta harus ada kerjasama antar pihak orang tua murid dan masyarakat. Model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model ini memungkinkan terjadinya kompetisi didalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan sehingga dapat melahirkan manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
D. Model Beauchamp (Beauchamp’s System)
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp’s (1964), ia mengemukakan lima hal penting dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Menetapkan “arena atau lingkup wilayah” yan akan dicakup oleh kurikulum tersebut,m yaitu berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau nasional.
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan/kurikulum dan para ahli bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggai atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3) para profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini untuk merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan menentukan seluruh desain kurikulum. Beauchamp membagi kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu (1) membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang digunakan, (3) studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan-penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum bru.
4. Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum secara sistematis di sekolah.
5. Evaluasi kurikulum. Merupakan langkah terakhir yang mencakup empat hal, yaitu : (1) evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain kurikulum, (3) evaluasi hasil belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip pelaksanaannya.
E. Model Terbaik Hilda Taba (Taba’s Inverted Model)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif. Itulah sebabnya model ini disebut “model terbalik”. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini, yaitu :
1) Mengadakan unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru. Didalam unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek. Ada delapan langkah kegiatan dalam unit eksperimen ini : (1) mendiagnosis kebutuhan, (2) merumuskan tujuan khusus, (3) memilih isi, (4) mengorganisasi isi, (5) memilih pengalaman belajar, (6) mengorganisasi pengalaman belajar, (7) mengevaluasi, (8) melihat sekuens dan keseimbangan.
2) Menguji unit eksperimen. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya untuk kelas-kelas atau tempat lain.
3) Mengdakan revisi dan konsolidasi terhadap hasil unit eksperimen
4) Menyusun kerangka kerja teoritis. Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional.
5) Menyusun kurikulum, yang dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan kurikulum pada daerah atau sekolah yang lebih luas).
Pengembangan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek.

F. The Systemic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi ahwa perkembangan kurikulu merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekola, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal, yaitu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat serta wibawa dari pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum dengan memasukkan pandangan dan harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action-research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian itu, disusun rencana menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah dan tindakan apa yang harus diambil.
Langkah kedua, mengimplementasi dari keputusan yang diambil dengan kegiatan mengumpulkan data dan fakta. Kegiatan ini mempunyai beberapa fungsi yaitu : (1) menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

G. Emerging Technical Models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan seerta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum. Tumbuh kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1) The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.
2) The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
3) The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.


BAB III
KESIMPULAN


Banyak model dari pengembangan kurikulum yang dapat digunakan. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya, serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model kosep pendidikan mana yang digunakan.
A. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers yaitu jumlah dari model yang paling sederhna sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya.

B. Model Administratif
Model administratif sering pula disebut model garis staf karena inisiatif dan gagasan dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur-prosedur administrasi.

C. Model Dari Bawah (The Grass Root Model)
Pengembangan kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerja sama antar guru, antar sekolah-sekolah serta harus ada kerja sama antar pihak orang tua murid dan masyarakat.

D. Model Beauchamp (Beauchamp’s System)
G.A. Beauchamp (1964) mengemukakan lima hal penting dalam pengembangan kurikulum :
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah
2. Menetapkan personalia
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum
4. Implementasi kurikulum
E. Model Terbalik Hilda Taba (Taba’s Inverted Model)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif.

F. The Systemic Action Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial.

G. Emerging Technical Models
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum.


Tetap update tulisan dari Toni Sugiarto di manapun dengan http://m.cybermq.com dari browser ponsel anda!

PERKEMBANGAN KURIKULUM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Ilmu Pendidkan
Dosen Pengampu Dra.Hj.Afiyah AS,M.Si.

Disusun Oleh :

DEDI WAHYUDI 08410153
SUNU PRASETYA 08410162
FIL ISNAENI 08410144
ERNA IRYAWANTI 08410180
WISNU HERI SASONO 084101

Kelas : PAI 4
Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam
Naskah diserahkan tgl ……………………

Dipresentasikan tgl………………………...

FAKULTAS TARBIYAH
UIN SUNAN KALIJAGA
SMT GANJIL 2008/2009


Daftar Isi

Daftar Isi 2
1. Pendahuluan 3
1.1 Latar Belakang Masalah 3
1.2 Masalah atau Topik Bahasan Makalah 3
1.3 Tujuan Penulisan Makalah 4
2. Pembahasan 5
2.1 Definisi kurikulum 5
2.1.1 Menurut etimologi 5
2.1.2 Menurut terminologi 5
2.2 Fungsi kurikulum 6
2.3 Pengembangan kurikulum 6
2.4 Prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum 7
2.5 Pendekatan dalam pengembangan kurikulum 7
2.6 Bentuk dalam pengembangan kurikulum 7
2.7 Dua jenis pengembangan kurikulum 7
2.8 Langkah-langkah pengembangan kurikulum 7
3. Penutup 9
3.1 Kesimpulan 9
3.2 Penutup 9
Daftar Pustaka 10


Bab I
Pendahuluan

1.1.1Latar Belakang Masalah
Kurikulum berasal dari bahasa Inggris “Curriculum” berarti Rencana Pelajaran. (S. Wojowasito-WJS. Poerwadarminta, 1980 : 36.).
Secara istilah, kurikulum adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Depag. RI. Dir. Jen. Kelembagaan Agama Islam, 2004 : 2).
Dari pengertian tersebut kurikulum sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar mengajar disekolah, yang merupakan jembatan untuk tercapainya suatu tujuan Pendidikan Nasional.
Pada perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan yang secara terus menerus menuntut perlunya sistem Pendidikan Nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tersebut.
Penulisan makalah ini mempunyai alasan yaitu kurikulum merupakan komponen yang amat penting di dunia pendidikan, karena kurikulum merupakan suatu usaha yang menjembatani tercapainya Pendidikan Nasional maka perlu dilakukan kajian-kajian tentang perkembangan kurikulum.

1.2Masalah atau Topik Bahasan Makalah
Problematika yang sesuai dengan judul makalah dan atas dasar pertimbangan latar belakang masalah, maka penulis mengemukakan yang perlu dipecahkan sebagai berikut :
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas tentang berbagai hal yang berhubungan tentang perkembangan kurikulum. Dengan penulisan kurikulum ini kita harapkan bahwa kita akan semakin memahami tentang perkembangan kurikulum dan kita harapkan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dapat berkembang ke arah yang lebih baik. Selain itu makalah yang kami buat ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.


BAB 1
PEMBAHASAN

Definisi kurikulum
Kurikulum merupakan istilah yang sulit diterjemahkan secara tepat. Banyak terjadi perbedaan pendapat mengenai istilah kurikulum. Disini akan dibahas mengenai definisi secara etimologi dan terminologi.

2.1.1 Menurut etimologi
Menurut etimologi kurikulum berasal dari kata curriculum yang berasal dari kata currerre yang berarti: berlari cepat, tergesa-gesa, menjalani. Currerre dijadikan kata benda menjadi curriculum yang berarti: lari cepat, pacuan,balapan kereta,perjalanan, suatu pengalaman tanpa henti, lapangan perlombaan, gelanggang, jarak yang ditempuh, dan rencana pelajaran.

Menurut terminologi
Kurikulum secara istilah yaitu kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah1
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

2.2 Fungsi kurikulum
Kurikulum memiki banyak fungsi diantaranya untuk anak, guru, orang tua murid, sekolah pada tingkatan diatasnya, masyarakat,pemerhati lulusan sekolah juga untuk mencapai tujuan pendidikan. Di sini kita hanya menjelaskan manfaat kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum suatu sekolah pada dasarnya adalah “ merupakan suatu alat untuk mencoba tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan penting untuk dicapai”.2

2.3 Pengembangan kurikulum
Sebenarnya apakah pengembangan kurikulum itu dan mengapa kurikulum perlu dikembangkan? Pengembangan kurikulum terjadi akibat dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap suatu kurikulum yang sedang ataupun sudah berlaku. Namun, tidak semua rasa tidak puas ini memicu pengembangan kurikulum. Maka perlu diteliti lagi tentang konsep dari pengembangan kurikulum itu.
Istilah pengembangan menunjukkan pada suatu kegiatan menghasilkan suatu alat atau cara yang baru dimana selama kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus dilakukan.3
Kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyusunan kurikulum, pelaksanaan disekolah-sekolah disertai pengawasan secara intensif dan penyempurnanaan terhadap komponen-komponen tertentu dari kurikulum atas hasil penelitian.
Pengembangan kurikulum juga perubahan dan peralihan total atau dari suatu kurikulum ke kurikulum yang lain.

2.4Prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum
Dalam kegiatan mengembangkan suatu kurikulum maka kita memerlukan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip: relevansi, efektifitas, efisiensi, serta kesinambungan dan fleksibilitas4

2.5Pendekatan dalam pengembangan kurikulum
Ada dua jenis pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum yaitu berorientasi pada bahan-bahan pelajaran, pendekatan yang berorientasi pada tujuan pelajaran, serta pada organisasi bahan.

2.6Bentuk dalam pengembangan kurikulum
Ada dua bentuk pengembangan kurikulum yaitu pengembangan atas dasar sistem dan pengembangan atas dasar mata pelajaran.5

2.7Dua jenis pengembangan kurikulum
Pengembang kurikulum terbagi menjadi dua hal yaitu pola tradisional serta pola heuristik.

2.8Langkah-langkah pengembangan kurikulum
Di bawah ini adalah pengembangan kurikulum secara umum yaitu pada pokoknya ada dua prosedur utama untuk mengubah atau mengembangkan kurikulum yaitu “administrative approach” yaitu yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru, jadi”from the top down”, dari atas ke bawah, atas inisiatif para administrator.
Yang kedua yaitu “grass roots approach” yaitu yang dimulai dari akar “from the bottom up” dari bawah ke atas yaitu pihak guru atau sekolah dengan harapan akan meluas ke sekolah-sekolah lainnya. Untuk di Indonesia digunakan administrative approach.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum agar dapat berhasil dengan baik maka perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Pengaruh faktor-faktor yang pendorong pembaharuan kurikulum
2.Inisiasi pengembangan
3.Innovasi kurikulum baru
4.Difusi (penyebaran) pengetahuan dan pengertian tentang pengembangan kurikulum di luar lembaga-lembaga pengembangan kurikulum
5.Implementasi kurikulum yang telah dikembangkan disekolah-sekolah
6.Evaluasi kurikulum6


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kurikulum merupakan sebuah salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka kurikulum merupakan alat penting dalam proses pendidikan. Kurikulum hendaknya berperan dan bersifat anticipatory dan adaptif dalam perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi. Kurikulum senantiasa berubah itu wajar dan untuk mengubahnya kearah yang lebih baik, maka kita perlu para ahli yang menguasai tentang kurikulum itu sendiri.
3.2 Penutup
Jika ada kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami nantikan saran dan kritik yang membangun. Terima kasih atas segala perhatiannya.


DAFTAR PUSTAKA

Subandiyah.1996.Pengembangan dan Inovasi Kurikulum,Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada
Sutopo dan Wasty Soemanto,Hendyat.1993.Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara
Hamalik,Umar.1993.Evaluasi Kurikulum.Bandung:Remaja Rosdakarya Offset
Nasution,S.2006.Asas-asas Kurikulum.Jakarta:Bumi Aksara

quantum teaching

TUGAS KELOMPOK 1
TANGGAL MEI 2010

Dosen : H.SYAHWANI UMAR
Mata Kuliah : B D P
Materi : teori kecerdasan ganda















DISUSUN OLEH:

Nama : SURBAINI (310800256)
: RESIYANTO (310800206)
: MULYADI (310800168)
: RISKA OKTAVIANA (310800214)









SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI)
PONTIANAK
2 01 0

Quantum Teaching sebagai Strategi Belajar Mengajar
A. Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik.
Konsep itu sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% , meningkatkan harga diri 84% dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98%.
Persamaan Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu:
E = mc2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.
B. Quantum Teaching
Pengertian, Asas dan Tujuan Quantum Teaching
Pengertian
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Adapun pengertian Quantum Teaching Menurut Bobby De Porter yaitu:
“Quantum Teaching adalah konsep yang menguraikan cara-cara baru dalam memudahkan proses belajar mengajar, lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang diajarkan.”
Quantum Teaching menjadikan segala sesuatu berarti dalam proses belajar mengajar, setiap kata, pikiran, tindakan asosiasi dan sampai sejauhmana mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran.
Sebagaimana ungkapan di atas, Colin Rose juga berpendapat bahwa Quantum Teaching adalah panduan praktis dalam mengajar yang berusaha mengakomodir setiap bakat siswa atau dapat menjangkau setiap siswa. Metode ini sarat dengan penemuan-penemuan terkini yang menimbulkan antusiasme siswa. Quantum Teaching menjadikan ruang-ruang kelas ibarat sebuah konser musik yang memadukan berbagai instrumen sehingga tercipta komposisi yang menggerakkan dari keberagaman tersebut. Sebagai guru yang akan mempengaruhi kehidupan murid, anda seolah-olah memimpin konser saat berada di ruang kelas.
2. A s a s
Adapun asas Quantum Teaching adalah bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Hal ini mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama. Memasuki terlebih dahulu dunia mereka berarti akan memberi izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Dengan mengaitkan apa yang diajarkan oleh guru dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang didapatkan dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, dengan mudah dunia siswa dibawa ke dunia guru atau pengajar. Guru akan memberikan pemahaman tentang isi dunia itu.
3. Tujuan
Adapun tujuan Quantum Teaching adalah untuk meraih ilmu pengetahuan yang luas dengan berdasarkan prinsip belajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Terdapat perbedaan antara tujuan dan prioritas. Tujuan merupakan hasil akhir yang ingin diraih. Sedangkan prioritas merupakan tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam mencapai tujuan. Menciptakan suasana yang dinamis dalam belajar, dengan memadukan berbagai unsur-unsurnya serta melakukan penggubahan, merupakan tahapan-tahapan untuk mencapai ilmu pengetahuan yang luas sebagai tujuan.
C. Prinsip dan Model Quantum Teaching
1. Prinsip
Adapun prinsip Quantum Teaching adalah sebagai berikut:
1) Segalanya berbicara
2) Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
3) Segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam penggubahan kita, mempunyai tujuan. Oleh karena itu, Kathy Wagone membuat istilah yang memotivasi: “tetapkanlah sasaran tersebut agar bisa berprestasi setiap harinya”.
4) Pengalaman Sebelum Pemberian Nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses yang paling baik terjadi ketika siswa telah mendapatkan informasi sebelum memperoleh kesimpulan dari apa yang mereka pelajari.
5) Akui Setiap Usaha
Belajar mengandung resiko. Belajar berarti keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Seperti kata Noelle c. Nelson bahwa pujian atau penghargaan kepada seseorang atas karyanya memunculkan suatu energi yang membangkitkan emosi positif.
6) Jika Layak Dipelajari, Layak Pula Dirayakan
Perayaan adalah sarapan para pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan minat dalam belajar. Sehubungan dengan itu, Dryden berpesan bahwa ingatlah selalu untuk merayakan setiap keberhasilan.
2. M o d e l
Adapun model Quantum Teaching terdiri atas dua tahap, tahap pertama disebut konteks, dan tahap kedua adalah isi.
1) Tahap Pertama (Konteks)
Yang dimaksud dengan tahap pertama atau konteks yaitu tahap persiapan sebelum terjadinya interaksi di dalam kelas. Berhubungan dengan konteks, ada empat aspek yang harus dipersiapkan:
a) Suasana, termasuk di dalamnya keadaan kelas, bahasa yang dipilih, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan sikap terhadap sekolah dan belajar.
b) Landasan, yaitu kerangka kerja: tujuan, keyakinan, kesepakatan, prosedur, dan aturan bersama yang menjadi pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.
c) Lingkungan, yaitu cara menata ruang kelas, pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan semua hal yang mendukung proses belajar.
d) Rancangan, yaitu penciptaan terarah unsur-unsur penting yang menimbulkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi.
2) Tahap Kedua (Isi)
Tahap kedua (isi) merupakan tahap pelaksanaan interaksi belajar, hal-hal yang berhubungan dengan bagian ini adalah:
a) Presentasi, yaitu penyajian pelajaran dengan berdasarkan prinsip-prinsip Quantum Teaching sehingga siswa mereka dapat mengetahui banyak hal dari apa yang dipelajari. Tahap ini juga diistilahkan pemberian petunjuk, yang bermodalkan dengan penampilan, bunyi dan rasa berbeda.
b) Fasilitas, yaitu proses untuk memadukan setiap bakat-bakat siswa dengan kurikulum yang dipelajari, dengan kata lain bagian ini menekankan bagaimana keahlian seorang pengajar sebagai pemberi petunjuk, langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk mengakomodasi karakter siswa.
c) Keterampilan Belajar, yaitu bagian yang mengajarkan bagaimana trik-trik dalam belajar yang tentu berdasarkan pada prinsip-prinsip Quantum Teaching, sehingga para siswa memahami banyak hal, meskipun dalam waktu yang singkat.
d) Keterampilan Hidup, bagian ini mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan efektif dengan orang lain sehingga terbina kebersamaan dalam hidup. Keterampilan hidup diistilahkan juga keterampilan sosial.
D. Relevansi Proses Belajar Mengajar dengan Quantum Teaching
Pengertian dan Komponen Proses Belajar Mengajar
Pengertian Proses Belajar Mengajar Menurut Sardiman AM yaitu:
“bahwa proses belajar mengajar merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar, dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subyek pokoknya.”
Sedangkan tujuan proses belajar mengajar sama dengan tujuan pendidikan, yang menurut Redja Mudya Harjo yaitu:
“untuk pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan tujuan-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya, yang dapat memainkan peranannya sebagai warga dalam berbagai lingkungan persekutuan hidup dan kelompok sosial.”
Adapun komponen proses belajar mengajar merupakan hal-hal penting yang tidak dapat diabaikan dalam proses belajar mengajar, dikarenakan hal-hal penting tersebut mesti dilalui untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Diibaratkan pada sebuah mesin, jika salah satu dari komponennya tidak berfungsi, maka mesin tersebut tidak akan dapat beroperasi. Oleh karena itu, setiap tenaga pengajar perlu memahami komponen-komponen dalam proses belajar mengajar, sehingga mereka dapat mempersiapkan segala sesuatu demi kelancaran aktifitasnya.
Adapun komponen-komponen proses belajar mengajar akan dipaparkan seperti berikut:
1. Tujuan proses belajar mengajar
Tujuan proses belajar mengajar adalah adanya hal-hal ideal yang menjadi target atau sasaran yang mesti dicapai dalam proses belajar mengajar. Adapun tujuan yang mesti dicapai dalam proses belajar mengajar adalah memperoleh pemahaman dan keterampilan. Pemahaman yang dimaksudkan adalah peserta dalam proses belajar mengajar memiliki banyak pengetahuan dengan cara kreatif berpikir, membaca dan menulis. Sedangkan keterampilan adalah memiliki keahlian dalam memecahkan setiap persoalan, terampil menyampaikan pengetahuan kepada orang lain, serta terampil melukiskan pengetahuannya dalam tulisan.
2. Bahan Pelajaran (Materi)
Setelah merumuskan tujuan, kemudian diikuti langkah pemilihan bahan pelajaran yang sesuai dengan kondisi tingkatan siswa yang akan menerima pelajaran, jelasnya bahan pelajaran merupakan isi dari proses interaksi tersebut.
3. Guru dan Siswa
Guru dan siswa adalah salah satu komponen proses belajar mengajar, yakni yang memberikan pengajaran dan yang menerima pelajaran. Sebagai guru profesional, mereka mesti memenuhi syarat-syarat dalam melaksanakan tugasnya. Adapun beberapa syarat tersebut adalah :
1) Harus memiliki bakat sebagai guru
2) Harus memiliki keahlian sebagai guru
3) Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi
4) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas
Menurut Maslow, siswa memiliki beberapa kebutuhan, yaitu:
1) Kebutuhan akan keselamatan, yaitu kebutuhan yang timbul setelah kebutuhan fisiologis. Tiap orang berusaha menjaga keselamatan dan keamanan dirinya dari gangguan luar, atau situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
2) Kebutuhan memiliki dan mencintai yaitu kebutuhan akan kasih sayang dalam keluarga dan kebersamaan dalam masyarakat
3) Kebutuhan akan penghargaan, ialah keinginan seseorang akan penilaian yang baik dari orang lain, ingin dihormati, merasa mampu, percaya atas kemampuannya menghadapi hidup di dunia ini.
4) Kebutuhan untuk menonjolkan diri adalah kebutuhan tertinggi, ingin dianggap orang yang terbaik, ingin menjadi orang ideal, dan lain-lain.
4. Strategi dalam proses belajar mengajar
Salah satu komponen penting untuk mencapai keberhasilan proses belajar mengajar adalah strategi. Strategi adalah penghubung antara siswa dan guru, dimana dengan strategi kita dapat mengembangkan pengajaran. Berbagai strategi yang dapat digunakan berdasarkan pada tujuan yang akan dicapai. Strategi dalam proses belajar mengajar, tentunya dirumuskan oleh guru yang bertindak sebagai pengarah baik dari segi materinya, tugas-tugas pada komunikasi, media, maupun suasana lingkungan belajar yang diciptakan. Jika strategi tidak dirumuskan, maka guru tidak akan mengetahui bagaimana perkembangan siswa dan tentunya secara umum tujuan pembelajaran tidak tercapai.
5. Sarana (alat)
Alat atau sarana merupakan komponen yang tak terpisahkan dalam proses belajar mengajar. Sarana sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan sarana juga harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan juga disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang pendidikan, maka semakin banyak pula tercipta sarana-sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru haruslah menyesuaikan penggunaan sarana tersebut dengan tetap berpatokan pada tujuan sehingga dapat tercapai secara efektif dan efisien.
6. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan sebab untuk melihat sejauhmanakah bahan yang diberikan kepada peserta didik dengan metode tertentu dan sarana yang telah ada dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Tegasnya penilaian atau evaluasi ini merupakan baromater untuk mengukur tercapainya proses belajar mengajar.
Quantum Teaching sebagai Strategi Belajar Mengajar
Quantum Teaching merupakan konsep yang diturunkan dari Quantum Learning yang mempunyai motto membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan. Dari konsep Quantum Learning yang akan diterapkan dalam dunia bisnis, maka dibuatlah Quantum Bisnis, begitu pula konsep Quantum Learning yang akan diterapkan dalam interaksi belajar mengajar, maka dirancanglah konsep Quantum Teaching.
Quantum Teaching merupakan sebuah strategi untuk mempraktekkan Quantum learning di ruang-ruang kelas, berusaha memberikan kiat-kiat, petunjuk, dan seluruh proses yang dapat menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat, membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Berdasarkan tujuan dari proses belajar mengajar, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa untuk dapat mendapatkan wawasan yang luas, pembentukan sikap dan memberikan keterampilan, konsep Quantum Teaching inilah langkah atau strategi yang komprehensif untuk meraih tujuan tersebut.
Kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR
1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU “
(AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar
1. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar
2. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”
3. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”
4. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
5. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan
E. Petunjuk Pelaksanaan Quantum Teaching (Contoh Kasus di SMA Anu)
1. Guru wajib memberi keteladanan sehingga layak menjadi panutan bagi peserta didik, berbicaralah yang jujur , jadi pendengar yang baik dan selalu gembira (tersenyum).
2. Guru harus membuat suasana belajar yang menyenangkan/kegembiraan. “learning is most effective when it’s fun. ‘Kegembiraan’ disini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari) , dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik.
3. Lingkungan Belajar yang aman, nyaman dan bisa membawa kegembiraan:
a. Pengaturan meja dan kursi diubah dengan berbagai bentuk seperti bentuk U, lingkaran
b. Beri tanaman, hiasan lain di luar maupun di dalam kelas
c. Pengecatan warna ruangan, meja, dan kursi yang yang menjadi keinginan dan kebanggaan kelas
d. Ruangan kelas dihiasi dengan poster yang isinya slogan, kata mutiara pemacu semangat, misalnya kata: “Apapun yang dapat Anda lakukan, atau ingin Anda lakukan, mulalilah. Keberanian memiliki kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya” (Goethe).
4. Guru harus memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh yang kuat pada proses belajarnya. Guru dapat mempengaruhi suasana emosi siswa dengan cara :
a. kegiatan-kegiatan pelepas stres seperti menyanyi bersama, mengadakan permainan, outbond dan sebagainya.
b. aktivitas-aktivitas yang menambah kekompakan seperti melakukan tour, makan bersama dan sebagainya.
c. menyediakan forum bagi emosi untuk dikenali dan diungkapkan yaitu melalui bimbingan konseling baik oleh petugas BP/BK maupun guru itu sendiri.
5. Memutar musik klasik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Namun sekali-kali akan diputarkan instrumental dan bisa diselingi jenis musik lain untuk bersenang-senang dan jeda dalam pembelajaran.
6. Sikap guru kepada peserta didik :
a. Pengarahan “Apa manfaat materi pelajaran ini bagi peserta didik” dan tujuan
b. Perlakukan peserta didik sebagai manusia sederajat
c. Selalu menghargai setiap usaha dan merayakan hasil kerja peserta didik
d. Memberikan stimulus yang mendorong peserta didik
e. Mendukung peserta 100% dan ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
f. Memberi peluang peserta didik untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
7. Terapkan 8 kunci keunggulan ini kedalam rencana pelajaran setiap hari. Kaitkan kunci-kunci ini dengan kurikulum.
a. Integritas: Bersikaplah jujur, tulus, dan menyeluruh. Selaraskan nilai-nilai dengan perilaku Anda
b. Kegagalan Awal Kesuksesan: Pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang Anda butuhkan untuk sukses
c. Bicaralah dengan Niat Baik: Berbicaralah dengan pengertian positif, dan bertanggung jawablah untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus. Hindari gosip.
d. Hidup di Saat Ini: Pusatkan perhatian pada saat ini dan kerjakan dengan sebaik-baiknya
e. Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi dan lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
f. Tanggung Jawab: Bertanggungjawablah atas tindakan Anda.
g. Sikap Luwes dan Fleksibel: Bersikaplah terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu Anda memperoleh hasil yang diinginkan.
h. Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa Anda. Sisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini.
8. Guru yang seorang Quantum Teacher mempunyai ciri-ciri dalam berkomunikasi yaitu :
a. Antusias : menampilkan semangat untuk hidup
b. Berwibawa : menggerakkan orang
c. Positif : melihat peluang dalam setiap saat
d. Supel : mudah menjalin hubungan dengan beragam peserta didik
e. Humoris : berhati lapang untuk menerima kesalahan
f. Luwes : menemukan lebih dari satu untuk mencapai hasil
g. Menerima : mencari di balik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti
h. Fasih : berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur
i. Tulus : memiliki niat dan motivasi positif
j. Spontan : dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
k. Menarik dan tertarik : mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup peserta didik dan peduli akan diri peserta didik
l. Menganggap peserta didik “mampu” : percaya akan keberhasilan peserta didik
m. Menetapkan dan memelihara harapan tinggi : membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap peserta didik untuk berusaha sebaik mungkin
9. Semua peserta didik diusahakan untuk memiliki modul/buku sumber belajar lainnya, dan buku yang bisa dipinjam dari Perpustakaan. Tidak diperkenankan guru mencatat/menyuruh peserta didik untuk mencatat pelajaran di papan tulis
10. Dalam melakukan penilaian guru harus berorientasi pada :
a. Acuan/patokan. Semua kompetensi perlu dinilai sesuai dengan acuan kriteria berdasarkan indikator hasil belajar.
b. Ketuntasan Belajar. Ketuntasan belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawakan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi berikutnya.
c. Metoda penilaian dengan menggunakan variasi, antara lain
Tes Tertulis : pertanyaan-pertanyaan tertulis
Observasi : pengamatan kegiatan praktik
Wawancara : pertanyaan-pertanyaan langsung tatap muka
Portfolio : Pengamatan melalui bukti-bukti hasil belajar
Demonstrasi : Pengamatan langsung kegiatan praktik/pekerjaan yang sebenarnya
1. Kebijakan sekolah dalam KBM yang patut diperhatikan oleh guru :
a. Guru wajib mengabsensi peserta didik setiap masuk kelas
b. Masuk kelas dan keluar kelas tepat waktu. Jam pertama misalnya 07.30 dan jam terakhir harus pulang sama-sama setelah bel berbunyi. Pada jam istirahat tidak diperkenankan ada kegiatan belajar mengajar.
c. Guru wajib membawa buku absen & daftar nilai, Silabus, RPP, program semester, modul/bahan ajar sejenisnya ketika sedang mengajar
d. Selama KBM tidak boleh ada gangguan yang dapat mengganggu konsentrasi peserta didik. Misalnya guru/peserta berkomitmen bersama untuk tidak mengaktifkan HP ketika PBM berlangsung
e. Guru harus mendukung kebijakan sekolah baik yang berlaku baik untuk dirinya sendiri maupun untuk peserta didik dan berlaku proaktif.
f. Untuk pelanggaran oleh peserta didik maka hukuman dapat ditentukan secara musyawarah bersama peserta didik, namun untuk pelanggaran kategori berat sekolah berat menentukan kebijakan sendiri.
1. Pengalaman belajar hendaknya menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran.
a. Terdapat kegiatan membaca, menjelaskan, demonstrasi, praktek, diskusi, kerja kelompok, pengulangan kembali dalam menjelaskan dan cara lain yang bisa ditemukan oleh guru.
b. Gunakan spidol warna-warni dalam membantu menjelaskan di papan tulis.
c. Disarankan menggunakan media pendidikan seperti projector, bagan, dan sebagainya.
d. Diperbolehkan belajar di luar kelas seperti di bawah pohon, dipinggir jalan
Siswa belajar : 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang di lihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan (Vernon A. Magnessen, 1983). Ini menunjukkan guru mengajar dengan ceramah, maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkanknya maka akan mengingat dan menguasai sebanyak 90%.
1. Guru harus selalu menghargai setiap usaha dan hasil kerja siswa serta memberikan stimulus yang mendorong siswa untuk bernuat dan berpikir sambil menghasilkan kara dan pikiran kreatif. Ini memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Untuk itu guru bisa menggunakan berbagai metoda dan pengalaman belajar melalui contoh yang konstekstual. Setiap kesuksesan dalam belajar siswa layak untuk dirayakan.
1. Suasana belajar siswa, guru dapat mengarahkan kearah ke ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental-fisik-emosi –sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
F. Penutup
Sekolah yang didirikan DePorter itu, menjadi pusat percontohan tempat metode Quantum dipraktikkan. Remaja, karyawan, eksekutif perusahaan, menjadi murid di sekolah ini. Tujuannya satu: menjadi manusia baru. Itulah sebabnya Jack Canfielf, penulis buku Chicken Soup of the Soul mengatakan, metode ini akan mengobarkan kembali api yang ada di dalam diri Anda.
Penulis telah melakukan uji coba di SMK Y untuk melaksanakan pengajaran model quantum ini, namun ternyata tidak semudah harapan dan teori yang ditulis oleh DePorter, penulis mengalami hambatan antara lain :
1. Ketika ada musik dalam pembelajaran, para guru merasa keberatan dan merasa aneh. Mereka menganggap musik justru mengganggu konsentrasi
2. Guru dan Siswa SMK Y tidak terbiasa mendengar musik klasik, instrument yang lembut. Sehingga ketika musik dipaksakan di dengarkan di kelas, siswa malah mengantuk dan guru merasa terganggu
3. Tidak bisa selamanya guru berlaku manis, baik dan perhatian kepada siswa. Justru sikap ini bisa diremehkan siswa. Jadi guru dalam hal ini harus lengkap perangainya bisa marah namun juga bisa ramah.
Namun untuk penerapan di SMA Favorite di sebuah kota Anu dan di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar, sungguh Quantum Teaching merupakan keberhasilan yang luar biasa antara guru, siswa dan sekolah/Lembaga Bimbel dalam bersama-sama meraih puncak prestasi. Jika Anda menjadi guru apa dan di sekolah mana saja silahkan mencoba menerapkan Quantum Teaching, dan penulis ucapkan : Selamat menjadi Guru Quantum yang ‘kan menjadikan kelas “Bergairah dan Menyenangkan”

________________________________________












DAFTAR PUSTAKA
Buzan, Tony, The Min Map Book, New York: Dutton, 1993
DePorter, Bobbi and Mike Hernacki, Quantum Learning, New York: Dell Publishing, 2001
________. et. Al., Quantum Teaching, New York : dell Publishing, 2001.
Lozanov, George, Suggestology and Suggestopedia, Paris : makalah yang disajikan kepada United Nations Educational Scientific and Cultural Organization, 1087
Megensen, Vernon, Innovative Abstracks 5, 25 National Institute for Staff and Organizational Development, University of Texas, Austin, Texas, 1993
Bobby De Porter, Quantum Teaching, alih bahasa oleh Ary Nilandari (Cet. XI; Bandung: Kaifa, 2003), h. 3.
Colin Rose, dalam Dave Maier, Accelerated Learning (Cet.I; Bandung: Kaifa; 2001), h. 247.
Bobby De Porter, op.cit., h. 7.
[4]Kathy Wagone, Seni Meraih Sukses Sederhana, alih bahasa oleh Arman Prayitno, (Cet. I; Batam; Interaksara, 2004), h. 7.
Noelle C. Nelson, Jeannine L. Calaba, The Power of Appreciation,alih bahasa oleh Yulianto Rahmat, (Cet. I; Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2005), h. 7.
[6]Gordon Dryden, Revolusi Cara Belajar, (Cet. VIII; Bandung: Kaifa, 2004), h. 327.
Bobby De Porter, op.cit., h. 9.
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. XI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 14.
Redja Mudya Harjo, Pengantar Pendidikan (Cet. XI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 12.
Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 77.
Abraham Maslow, dalam Oemar Hamalik, op.cit., h. 96.
TUGAS KELOMPOK 1
TANGGAL MEI 2010

Dosen : H.SYAHWANI UMAR
Mata Kuliah : B D P
Materi : teori kecerdasan ganda















DISUSUN OLEH:

Nama : SURBAINI (310800256)
: RESIYANTO (310800206)
: MULYADI (310800168)
: RISKA OKTAVIANA (310800214)









SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI)
PONTIANAK
2 01 0


PEMBELAJARAN KUANTUM SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN
PENDAHULUAN
Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran membuat paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaran yang ada sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan paradigma, falsafah, dan metodologi pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil pembelajaran dapat makin baik dan meningkat.
Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran – di samping juga menyelaraskan dan menyerasikan proses pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di pelbagai bidang – falsafah dan metodologi pembelajaran senantiasa dimutakhirkan, diperbaharui, dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan pendidikan-pengajaran-pembelajaran. Oleh karena itu, falsafah dan metodologi pembelajaran silih berganti dipertimbangkan, digunakan atau diterapkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Lebih-lebih dalam dunia yang lepas kendali atau berlari tunggang-langgang (runway world – istilah Anthony Giddens) sekarang, falsafah dan metodologi pembelajaran sangat cepat berubah dan berganti, bahkan bermunculan secara serempak; satu falsafah dan metodologi pembelajaran dengan cepat dirasakan usang dan ditinggalkan, kemudian diganti (dengan cepat pula) dengan dan dimunculkan satu falsafah dan metodologi pembelajaran yang lain, malahan sering diumumkan atau dipopulerkan secara serentak beberapa falsafah dan metodologi pembelajaran.
Tidak mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh pelbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning).
Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia berkat penerbitan beberapa buku mengenai hal tersebut oleh Penerbit KAIFA Bandung [Quantum Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching] – di samping berkat upaya popularisasi yang dilakukan oleh perbagai pihak melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya. Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas – terutama terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
Sejalan dengan itu, tulisan ini mencoba memaparkan ihwal pembelajaran kuantum secara relatih utuh dan lengkap agar kita dapat mengenalinya lebih baik dan mampu menempatkannya secara proporsional di antara pelbagai falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya – yang sekarang juga berkembang dan populer di Indonesia. Secara berturut-turut, tulisan ini memaparkan (1) latar belakang atau sejarah kemunculan pembelajaran kuantum, (2) akar-akar atau dasar-dasar teoretis dan empiris yang membentuk bangun pembelajaran kuantum, dan (3) pandangan-pandangan pokok yang membentuk karakteristik pembelajaran kuantum dan (4) kemungkinan penerapan pembelajaran kuantum dalam berbagai bidang terutama bidang pengajaran sekolah. Paparan ini lebih merupakan rekonstruksi pembelajaran kuantum yang didasarkan atas pemahaman dan persepsi penulis sendiri daripada resume atau rangkuman atas pikiran-pikiran pencetusnya.

LATAR BELAKANG KEMUNCULAN
Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. “Metode ini dibangun berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap 25 ribu siswa dan sinergi pendapat ratusan guru di SuperCamp”, jelas DePorter dalam Quantum Teaching (2001: 4). “Di SuperCamp inilah prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum Learning menemukan bentuknya”, ungkapnya dalam buku Quantum Learning (1999:3).
Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran kuantum terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah atau ruang-ruang rumah; tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas. Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta kepada DePorter untuk mengadakan program program pembelajaran kuantum bagi mereka. “Mereka telah melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak mereka, dan mereka ingin belajar untuk menerapkan teknik dan prinsip yang sama dalam hidup dan karier mereka sendiri – perusahaan komputer, kantor pengacara, dan tentu agen-agen realestat mereka. Demikian lingkaran ini terus bergulir”, papar DePorter dalam Quantum Business (2001:27). Demikianlah, metode pembelajaran kuantum merambah berbagai tempat dan bidang kegiatan manusia, mulai lingkungan pengasuhan di rumah (parenting), lingkungan bisnis, lingkungan perusahaan, sampai dengan lingkungan kelas (sekolah). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pembelajaran kuantum merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah.
Falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang telah dikembangkan, dimatangkan, dan diujicobakan tersebut selanjutnya dirumuskan, dikemukakan, dan dituliskan secara utuh dan lengkap dalam buku Quantum Learning: Unleashing The Genius in You. Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1992 oleh Dell Publishing New York. Pada tahun 1999 muncul terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung dengan judul Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan). Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki – mitra kerja DePorter yang mantan guru dan pengacara – tersebut memaparkan pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang membentuk bangun pembelajaran kuantum. Pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang termuat dalam buku Quantum Learning selanjutnya diterapkan, dipraktikkan, dan atau diimplementasikan dalam lingkungan bisnis dan kelas (sekolah). Penerapan, pemraktikan, dan atau pengimplementasian pembelajaran kuantum di lingkungan bisnis termuat dalam buku Quantum Business: Achieving Success Through Quantum Learning yang terbit pertama kali pada tahun 1997 dan diterbitkan oleh Dell Publishing, New York. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Basyrah Nasution dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 1999 dengan judul Quantum Business: Membiasakan Berbisnis secara Etis dan Sehat.
Sementara itu, penerapan, pemraktikkan, dan pengimplementasian pembelajaran kuantum di lingkungan sekolah (pengajaran) termuat dalam buku Quantum Teaching: Orchestrating Student Success yang terbit pertama kali tahun 1999 dan diterbitkan oleh Penerbit Allyn and Bacon, Boston. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ary Nilandari dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 2000 dengan judul Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas.
Dapat dikatakan bahwa ketiga buku tersebut laris (best-seller) di pasar. Lebih-lebih terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Terjemahan bahasa Indonesia buku Quantum Learning dalam tempo tiga tahun sudah cetak ulang tiga belas kali; buku Quantum Business sudah cetak ulang lima kali dalam tempo dua tahun; dan buku Quantum Teaching sudah cetak ulang tiga kali dalam tempo satu tahun. Hal tersebut sekaligus memperlihatkan betapa populer dan menariknya falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum di Indonesia dan bagi komunitas masyarakat Indonesia. Popularitas dan kemenarikan pembelajaran kuantum makin tampak kuat-tinggi ketika frekuensi penyelenggaraan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan pengujicobaan pembelajaran kuantum di Indonesia makin tinggi.

AKAR-AKAR LANDASAN
Meskipun dinamakan pembelajaran kuantum, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum tidaklah diturunkan atau ditransformasikan secara langsung dari fisika kuantum yang sekarang sedang berkembang pesat. Tidak pula ditransformasikan dari prinsip-prinsip dan pandangan-pandangan utama fisika kuantum yang dikemukakan oleh Albert Einstein, seorang tokoh terdepan fisika kuantum. Jika ditelaah atau dibandingkan secara cermat, istilah kuantum [quantum] yang melekat pada istilah pembelajaran [learning] ternyata tampak berbeda dengan konsep kuantum dalam fisika kuantum.
Walaupun demikian, serba sedikit tampak juga kemiripannya. Kemiripannya terutama terlihat dalam konsep kuantum. Dalam fisika kuantum, istilah kuantum memang diberi konsep perubahan energi menjadi cahaya selain diyakini adanya ketakteraturan dan indeterminisme alam semesta. Sementara itu, dalam pandangan DePorter, istilah kuantum bermakna “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya” dan istilah pembelajaran kuantum bermakna “interaksi-teraksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua kehidupan adalah energi”.
Di samping itu, dalam pembelajaran kuantum diyakini juga adanya keberagaman dan intedeterminisme. Konsep dan keyakinan ini lebih merupakan analogi rumus Teori Relativitas Einstein, bukan transformasi rumus Teori Relativitas Einstein. Hal ini makin tampak bila disimak pernyataan DePorter bahwa “Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Mungkin Anda sudah pernah melihat persamaan ini ditulis sebagai E=mc2.
Tubuh kita secara fisik adalah materi. Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya” (1999:16). Jelaslah di sini bahwa prinsip-prinsip pembelajaran kuantum bukan penurunan, adaptasi, modifikasi atau transformasi prinsip-prinsip fisika kuantum, melainkan hanya sebuah analogi prinsip relativitas Einstein, bahkan analogi term/konsep saja. Jadi, akar landasan pembelajaran kuantum bukan fisika kuantum.
Pembelajaran kuantum sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan konstruk awal pembelajaran kuantum. Hal ini diakui sendiri oleh DePorter. Dalam Quantum Learning (1999:16) dia mengatakan sebagai berikut.
Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepartan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti:

• Teori otak kanan/kiri (brain hemisphere)
• Teori otak triune (3 in 1)
• Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
• Teori kecerdasan ganda
• Pendidikan holistik (menyeluruh)
• Belajar berdasarkan pengalaman
• Belajar dengan symbol
• Simulasi/permainan

Sementara itu, dalam Quantum Teaching (2000:4) dikatakannya sebagai berikut.
Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelegences (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter).
Dua kutipan tersebut dengan gamblang menunjukkan bahwa ada bermacam-macam akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum. Pelbagai akar pandangan dan pikiran itu diramu, bahkan disatukan dalam sebuah model teoretis yang padu dan utuh hingga tidak tampak lagi asalnya – pada gilirannya model teoretis tersebut diujicobakan secara sistemis sampai ditemukan bukti-bukti empirisnya.
Di antara berbagai akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum yang dikemukakan oleh DePorter di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan-pandangan teori sugestologi atau pembelajaran akseleratif Lozanov, teori kecerdasan ganda Gardner, teori pemrograman neurolinguistik (NLP) Grinder dan Bandler, dan pembelajaran eksperensial [berdasarkan pengalaman] Hahn serta temuan-temuan mutakhir neurolinguistik mengenai peranan dan fungsi otak kanan mendominasi atau mewarnai secara kuat sosok [profil] pembelajaran kuantum.
Teori kecerdasan ganda, teori pemograman neurolinguistik, dan temuan-temuan mutakhir neurolinguistik sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum mengenai kemampuan manusia selaku pembelajar – khususnya kemampuan otak dan pikiran pembelajar. Selain itu, dalam batas tertentu teori dan temuan tersebut juga berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum tentang perancangan, penyajian, dan pemudahan [fasilitasi] proses pembelajaran untuk mengembangkan dan melejitkan potensi-diri pembelajar – khususnya kemampuan dan kekuatan pikiran pembelajar.
Sementara itu, pembelajaran akseleratif, pembelajaran eksperensial, dan pembelajaran kooperatif sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum terhadap kiat-kiat merancang, menyajikan, mengelola, memudahkan, dan atau mengorkestrasi proses pembelajaran yang efektif dan optimal – termasuk kiat memperlakukan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

KARAKTERISTIK UMUM
Walaupun memiliki akar landasan bermacam-macam sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut.
• Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.
• Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
• Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
• Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
• Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
• Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
• Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
• Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.
• Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.
• Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
• Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
• Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
• Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.

PRINSIP-PRINSIP UTAMA
Prinsip dapat berarti (1) aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal dan (2) sebuah hukum, aksioma, atau doktrin fundamental. Pembelajaran kuantum juga dibangun di atas aturan aksi, hukum, aksioma, dan atau doktrin fundamental mengenai dengan pembelajaran dan pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga macam prinsip utama yang membangun sosok pembelajaran kuantum. Ketiga prinsip utama yang dimaksud sebagai berikut.
1. Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar). Setiap bentuk interaksi dengan pembelajar, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode pembelajaran harus dibangun di atas prinsip utama tersebut. Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan pengajar untuk membangun jembatan otentik memasuki kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik dalam bentuk memimpin, mendampingi, dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka baik pembelajar maupun pembelajar akan memperoleh pemahaman baru. Di samping berarti dunia pembelajar diperluas, hal ini juga berarti dunia pengajar diperluas. Di sinilah Dunia Kita menjadi dunia bersama pengajar dan pembelajar. Inilah dinamika pembelajaran manusia selaku pembelajar.
2. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, pemainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran kuantum.

Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini.
1. Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai sikap guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
2. Ketahuilah bahwa Segalanya Betujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik pembelajar maupun pengajar harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu bertujuan.
3. Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Dikatakan demikian karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa ingin tahu.
4. Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran
Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar. Dikatakan demikian karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari kenyamanan dan kemapanan di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya. Pada waktu pembelajar melakukan langkah keluar ini, mereka patut memperoleh pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.
5. Sadarilah bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan
Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh pembelajar sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran.
3. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Dengan kata lain, pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum.
Ada delapan prinsip keunggulan – yang juga disebut delapan kunci keunggulan – yang diyakini dalam pembelajaran kuantum. Delapan kunci keunggulan itu sebagai berikut.
• Terapkanlah Hidup dalam Integritas
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain, integritas dapat membuka pintu jalan menuju prestasi puncak.
• Akuilah Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan
Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil. Kegagalan janganlah membuat cemas terus menerus dan diberi hukuman karena kegagalan merupakan tanda bahwa seseorang telah belajar.
• Berbicaralah dengan Niat Baik
Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung. Niat baik berbicara dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar pembelajar.
• Tegaskanlah Komitmen
Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan. Untuk itu, mereka perlu melakukan apa saja untuk menyelesaikan pekerjaan. Di sinilah perlu dikembangkan slogan: Saya harus menyelesaikan pekerjaan yang memang harus saya selesaikan, bukan yang hanya saya senangi.
• Jadilah Pemilik
Dalam pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu. Karena itu, pengajar dan pembelajar harus bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas mereka. Mereka hendaklah menjadi manusia yang dapat diandalkan, seseorang yang bertanggung jawab.
• Tetaplah Lentur
Dalam pembelajaran, pertahankan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar, lebih-lebih pengajar, harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan. Misalnya, di kelas guru dapat saja mengubah rencana pembelajaran bilamana diperlukan demi keberhasilan siswa-siswanya; jangan mati-matian mempertahankan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
• Pertahankanlah Keseimbangan
Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal. Tetap dalam keseimbangan merupakan proses berjalan yang membutuhkan penyesuaian terus-menerus sehingga diperlukan sikap dan tindakan cermat dari pembelajar dan pengajar.

PANDANGAN TENTANG PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJAR
Selain memiliki karakteristik umum dan prinsip-prinsip utama seperti dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki pandangan tertentu tentang pembelajaran dan pembelajar. Beberapa pandangan mengenai pembelajaran dan pembelajar yang dimaksud dapat dikemukakan secara ringkas berikut.
• Pembelajaran berlangsung secara aktif karena pembelajar itu aktif dan kreatif. Bukti keaktifan dan kekreatifan itu dapat ditemukan dalam peranan dan fungsi otak kanan dan otak kiri pembelajar. Pembelajaran pasif mengingkari kenyataan bahwa pembelajar itu aktif dan kreatif, mengingkari peranan dan fungsi otak kanan dan otak kiri.
• Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila didasarkan pada karakteristik gaya belajar pembelajar sehingga penting sekali pemahaman atas gaya belajar pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga gaya belajar yang harus diperhitungkan dalam proses pembelajaran, yaitu gaya auditoris, gaya visual, dan gaya kinestetis.
• Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila tercipta atau terdapat suasana nyaman, menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan sehingga kenyamanan, kesenangan, kerileksan, dan kegairahan dalam pembelajaran perlu diciptakan dan dipelihara. Pembelajar dapat mencapai hasil optimal bila berada dalam suasana nyaman, menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan. Untuk itu, baik lingkungan fisikal, lingkungan mental, dan suasana harus dirancang sedemikian rupa agar membangkitkan kesan nyaman, rileks, menyenangkan, sehat, dan menggairahkan.
• Pembelajaran melibatkan lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau potensi diri pembelajar secara serempak. Oleh karena itu, penciptaan dan pemeliharaan lingkungan yang tepat sangat penting bagi tercapainya proses pembelajaran yang efektif dan optimal. Dalam konteks inilah perlu dipelihara suasana positif, aman, suportif, santai, dan menyenangkan; lingkungan belajar yang nyaman, membangkitkan semangat, dan bernuansa musikal; dan lingkungan fisik yang partisipatif, saling menolong, mengandung permainan, dan sejenisnya.
• Pembelajaran terutama pengajaran membutuhkan keserasian konteks dan isi. Segala konteks pembelajaran perlu dikembangkan secara serasi dengan isi pembelajaran. Untuk itulah harus diciptakan dan dipelihara suasana yang memberdayakan atau menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan fisikal-mental yang mendukung, dan rancangan pembelajaran yang dinamis. Selain itu, perlu juga diciptakan dan dipelihara penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar yang merangsang untuk belajar, dan keterampilan hidup yang suportif.
• Pembelajaran berlangsung optimal bilamana ada keragaman dan kebebasan karena pada dasarnya pembelajar amat beragam dan memerlukan kebebasan. Karena itu, keragaman dan kebebasan perlu diakui, dihargai, dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Keseragaman dan ketertiban (dalam arti kekakuan) harus dihindari karena mereduksi dan menyederhanakan potensi dan karakteristik pembelajar. Potensi dan karakteristik pembelajar sangat beragam yang memerlukan suasana bebas untuk aktualisasi atau artikulasi.

PENUTUP
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kuantum merupakan sebuah falsafah dan metodologi pembelajaran yang umum yang dapat diterapkan baik di dalam lingkungan bisnis, lingkungan rumah, lingkungan perusahanan, maupun di dalam lingkungan sekolah (pengajaran). Secara konseptual, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum membawa angin segar bagi dunia pembelajaran di Indonesia sebab karakteristik, prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangannya jauh lebih menyegarkan daripada falsafah dan metodologi pembelajaran yang sudah ada (yang dominan watak behavioristis dan rasionalisme Cartesiannya). Meskipun demikian, secara nyata, keterandalan dan kebaikan falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum ini masih perlu diuji dan dikaji lebih lanjut. Lebih-lebih kemungkinan penerapannya dalam lingkungan Indonesia baik lingkungan rumah, lingkungan perusahaan, lingkungan bisnis maupun lingkungan kelas/sekolah (baca: pengajaran). Khusus penerapannya di lingkungan kelas menuntut perubahan pola berpikir para pelaksana pengajaran, budaya pengajaran dan pendidikan, dan struktur organisasi sekolah dan struktur pembelajaran. Jika perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan niscaya pembelajaran kuantum dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal.


















DAFTAR PUSTAKA
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Business: Membiasakan Bisnis secara Etis dan Sehat. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. 2001. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Penerbit KAIFA.
Dryden, Gordon dan Jeanette Vos. 1999. The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns. Selandia Baru: The Learning Web.
Giddens, Anthony. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Meier, Dave. 2000. The Accelerated Learning Handbook. New York: McGraw-Hill.
Silberman, Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Step to Teach Any Subject. Massachusetts: A Simon and Schuster Company.
DePorter, Bobby,dkk. 2000. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Nur, Mohammad. 2001. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Universitas Negeri Surabaya.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sa’ud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Saryono, Djoko. 2008. Pembelajaran Kuantum Sebagai Model Pembelajaran yang
Menyenangkan. http://pkab.wordpress.com
Slavin, Robert E. (2008). Psikologi Pendidikan : Teori dan praktek. Jakarta: PT Indeks.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
_______. 2009. Quantum Learning. http://www.idonbiu.com.